Posted by : oji
Senin, 20 Maret 2017
PERKEMBANGAN
PUBLIC RELATIONS SEBAGAI
AKTIVITAS
KEILMUAN DAN KAJIAN TEORI
Author
:
Ozy eka
pristama putra
165120207113014
Universitas
Brawijaya
Pendahuluan
Pada dasarnya, Public Relation atau
yang kerap disebut "PR" merupakan suatu bentuk komunikasi yang
berlaku untuk semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non
komersial, disektor publik (pemerintah) maupun privat (pihak swasta. PR dapat
dimaknai sebagai aktivitas manajemen komunikasi yang terjadi dalam dua
pendekatan: sebagai metode komunikasi dan teknik komunikasi (Kriyantono, 2014) Public Relations
kini dikembangkan menjadi sebuah kajian ilmu. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memperkuat pengetahuan dalam penerepan Public Relations sebagai profesi.
Botan dan Taylor (2004, dikutip di
ihlen & van Ruler, 2009: 4; Botan & Hazleton,2009: 6,Morissan, 2013) mendiskripsikan
perkembangan yang dialami public relations:
Pada 20 tahun terakhir ini, public
relations telah berkembang menjadi suatu kajian utama berbasis komunikasi
terapan melalui penelitian kuantitaif dan kualitatif Public relations telah
berkembang bukan lagi sekadar suatu praktis komunikasi korporat. Melainkan berkembang
menjadi bidang yang mempunyai dasar teoretis dan penelitian yang potensial
menyatukan bermacam-macam bidang dalam komunikasi terapan.
Salah satu pembahasan Public Relations sebagai
kajian ilmu adalah membahas tentang perkembangan Public Relations. Perkembangan
Public Relation itu sendiri membahas tentang perkembangan Public Relations
sebagai aktivitas sosial, perkembangan Public Relations sebagai profesi, dan
perkembangan Public Relations sebagai kajian ilmu.
Memahami pengertian public relations
(PR) adalah penting. Seperti dikatakan Hagley (1999, h. 34,( PERSPEKTIF-PERSPEKTIF PUBLIC RELATIONS Dari Praktis
Menuju Ilmu Terapan,Rachmat Kriyantono,Hal 1), setelah 30 tahun
berkarir sebagai praktisi PR:
Jika Anda tidak
dapat menentukan apa yang Anda lakukan, Anda tidak bisa mengukur apa yang Anda
lakukan. Dan jika Anda tidak dapat mengukur apa yang Anda lakukan, Anda tidak
dapat mengevaluasi apa yang Anda lakukan. Dan jika Anda tidak dapat
mengevaluasi apa yang Anda lakukan, tidak ada yang akan membayar, atau membayar
banyak, untuk apa yang Anda lakukan. ... Ya, kebanyakan orang dalam PR tidak
dapat menentukan apa yang mereka lakukan.
Perkembangan
PR sebagai Aktivitas keilmuan
PR di Inggris diawali oleh Departemen
Keuangan Kerajaan Inggris yang memilih seorang juru bicara resmi pada tahun
1809. Di tahun 1854 Dinas Pos Kerajaan Inggris memutuskan untuk membuat sebuah
badan yang bisa menjelaskan pelayanan yang diberikan oleh kerajaan kepada lapisan
masyarakat. Berbagai trik mengenai PR mulai di perjelas dan lebih diperinci
sehingga lebih terarah oleh pemerintah Inggris sekitar tahun 1912.
Metode-metode PR banyak digunakan
setelah perang dunia pertama oleh pemerintah dari berbagai Negara untuk
menjelaskan program kesehatan dan program perumahan nasional kepada
masyarakatnya. Perjuangan PR yang paling besar terjadi dari tahun 1926 sampai
dengan 1933. Disini mulai muncul Institute of Public Relations (IPR) yang
dipresideni oleh Sir Stephen Tallents pada tahun 1948 di Inggris. Sedangkan di
Amerika muncul Public Relations Society of America. Pada saat perang dunia ke
dua PR mulai menurun karena banyak perdangan yang mulai terganggu oleh keadaan
perang.
Sebagai metode komunikasi, aktivitas
PR dilakukan secara metodis, yaitu terencana oleh struktur kelembagaan yang
jelas seperti divisi PR. Sebagai teknik komunikasi, aktivitas PR dilakukan
setiap individu, direncanakan atau tidak, sehingga melahirkan prinsip
‘everybody is a PR atau you are PR on yourself. Dalam kontek organisasi, metode
dan teknik komunikasi ini tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi.
Komunikasi adalah bersifat kesatuan keseluruhan, yaitu perilaku individu dan
organisasi saling terkait. Elvinaro (2002) bahwa: “Yang menurut para ahli bahwa
public relations dapat membantu dan meningkatkan marketing, terutama promosi
produk atau promosi citra perusahaan atau organisasi. Public relations juga
dianggap dapat membantu promosi dan aktivitas pemasaran lainnya”.
(Kriyantono, n.d.) Karena baru,
masih sedikit teori-teori yang berasal dari penelitian-penelitian dan PR pun
dianggap “lack of theory” (Greenwood, 2010) atau “theoretical lateness”
(Johansson, 2007). Hal senada diungkapkan Botan & Hazleton (1989), bahwa
sedikit sekali penelitian PR yang didasarkan pada teori dan mengaitkan antara
aspek praktis dengan pengembangan teori. Pavlik (1987, dikutip di Pfau &
Wan, 2006, h. 111) mengatakan “almost all research on public relations is
limited to descripstion.” Artinya, peneliti banyak yang tidak menggunakan dasar
teoritis untuk mendeskripsikan data yang temukan. Kondisi ini seharusnya menjadi refleksi
akademisi. Jika kembali kepada defini PR, tampak nyata bahwa kajian teoritis
tidak terpisah dengan aktivitas praktis karena PR adalah proses membangun dan
mempertahankan relasi. Aktivitas ini terkait dengan berbagai kajian ilmu
komunikasi, dan komunikasi sendiri bukan ruang hampa karena terjadi dalam
konteks-konteks sosial, psikologi, budaya, ekonomi atau politik (lintas
disiplin ilmu).
Karena itu, seperti yang disarankan
Botan & Hazleton (1989) bahwa PR harus difokuskan pada komunikasi karena
bagian dari proses komunikasi, dengan mengatakan “kajian Public relations
adalah contoh komunikasi terapan. Kita seharusnya bisa mengaplikasikan teori
komunikasi untuk menjelaskan dan memprediksikan praktik PR, dan menggunakan
praktik PR sebagai alat membangun teori-teori komunikasi.” (h.xiii). Ada relasi
saling pengaruh antara teori dan praktik, seperti pernyataan Grunig saat
menyebut teori dapat digunakan para praktisi untuk merencanakan program dan
menggunakan kesuksesan atau kegagalan program untuk merevisi teori (Culbertson,
Jeffers, Stone, & Terrell, 1993). Teori berfungsi membantu praktisi untuk
mendeskripsikan, memahami, memprediksi dan mengontrol fenomena (Botan &
Hazleton, 1989).
Public relations menjadi kajian ilmu
dimulai pada tahun 1999. Hal ini dijelaskan pada buku yang berjudul “Public
Relations Theory II” yang ditulis Carl H. Botan dan Vincent Hazleton yang
mengemukakan bahwa: “In the academic arena, public relations enrollments have
continued to grow. In PRT, Neff (1999) reported graduate public relations
programs in 48 departments. By 1999, the Commission on Public Relations
education reported 70 school offering masters programs in the field.” (Carl,
2006:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan jika meningkatnya
perhatian terhadap PR, terutama dari perusahaan-perusahaan besar yang
membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang itu,
membuat beberapa beberapa orang berpikir untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan
mendirikan fasilitas, yaitu perguruan tinggi untuk mendidik para calon PRO dan
memberikan pengetahuan pada mereka tentang dasar-dasar kepemimpinan dan
pelaksanaan PR secara efektif sebagai suatu profesi.
Public relations sebagai kajian ilmu
juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai public relations yang dilakukan
untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun pemecahan masalah
yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public relations
dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat
mengusulkan suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public
relation sebenarnya berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu
public relation meliputi ilmu komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih
lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi dan
manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA).
Dalam Gold Paper IPRA No.12 juga
disebutkan bahwa James Grunig memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu
public relations dengan lahirnya situational theory yang terdiri dari empat
model yang diakui sebagai PR praktis dan teori yang istimewa (excellence).
Teori situasional Grunig berupaya untuk mengidentifikasi permsalahan di sekitar
public yang disebutnya dengan isu-isu situasional. Teori ini mendorong pembentukan
publik-publik perusahaan dan menekankan publik-publik ini menjadi target-target
optimal dalam kampanye komunikasi. Lebih lanjut Suardi (2014) mengemukakan
bahwa dalam model teori situasional ini, Grunig mengidentifikasi empat macam
public secara khusus, yaitu:
1. All-issue Publics: publik-publik
yang aktif pada semua isu.
2. Aphatetic Publics: public-publik
yang tidak memperhatikan pada semua isu.
3. Single-issu publics: public-publik
yang aktif pada satu atau sebagian kecil isu pokok yang hanya memperhatikan
sebagian kecil dari populasi (contoh: kontroversi pembunuhan ikan paus secara
besar-besaran)
4. Hot-issue public: public hanya
aktif pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang terdekatnya dalam populasi
dan diterima karena peliputan media secara luas (contoh kekurangan bahan
pangan, pembuangan limbah beracun).
Empat model tersebut menggambarkan
perubahan public relations dari komunikasi perusahaan satu arah menjadi terbuka
dengan komunikasi dua arah. Penelitian Grunig menemukan tindakan public
relation yang sangat efektif dilakukan melalui apa yang disebut the two way
symmetrical model. PR disini didasarkan pada strategi penggunaan penelitian dan
komunikasi untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahaman public-publik strategis.
Secara lebih sederhana model ini menjelaskan bahwa lebih baik berbicara dan
mendengar daripada hanya berbicara dan lebih baik bernegosiasi dengan
public-publik daripada mencoba kekuatan untuk mengubah public.
Perkembangan
PR sebagai Kajian teori
Public
Relations menjadi kajian ilmu dimulai pada tahun 1999. Hal ini dijelaskan pada
buku yang berjudul “Public Relations Theory II” yang ditulis Carl H.(Botan,
Hazleton, Botan, & Hazleton, 2006) :
“In the academic arena, public
relations enrollments have continued to grow. In PRT, Neff (1999) reported
graduate public relations programs in 48 departments. By 1999, the Commission
on Public Relations education reported 70 school offering masters programs in
the field.” ( Carl, 2006, h.2)
Dikarenakan
meningkatnya perhatian terhadap PR, khususnya dari perusahaan- perusahaan besar
yang membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang itu.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, beberapa orang berpikir agar didirikannya
fasilitas, yaitu perguruan tinggi untuk mendidik para calon PRO dan memberikan
pengetahuan pada mereka tentang dasar-dasar kepemimpinan dan pelaksanaan PR
secara efektif sebagai suatu profesi.
Dari
76 Perguruan Tinggi yang memberikan mata pelajaran PR, tercantum :
§ Boston University
§ Cornell University
§ Stanford University
§ Harvard University
§ Colombia University
§ Princeton University
§ Dan lain-lain
Kurikulum
yang disusun untuk para mahasiswa PR itu diantaranya meliputi ilmu pengetahuan
tentang Sosiology, Human and Labor Relations, Radio, TV and Production,
Management, Advertising, Reporting, Public Opinion, Research Methods,
Propaganda dan Publicity, Radio and TV Jurnalism, Marketing, Hukum dan Hubungan
Internasional, Sosiologi dan Ilmu Jiwa Media Massa.
Public
relations berkembang dari kegiatan praktik dan interaksi sosial menjadi kajian
teoritis (Kriyantono, 2014; Lattimore, dkk, 2007; Seitel, 2001). Praktik PR
adalah dasar kajian teoritis, bahkan kajian ilmiah (science) hanya bermanfaat
jika dapat diterapkan dalam praktik (van Ruler & Vercic, 2004). Karena itu,
PR disebut ilmu sosial dan perilaku terapan (Culbertson, 1993; Grunig &
Hunt, 1984). Prinsip-prinsip PR muncul sejak adanya manusia di bumi ini sebagai
upaya memenuhi kebutuhan hidup melalui interaksi dengan sesamanya, seperti
membangun relasi untuk reproduksi, persuasi untuk barter, dan kerja sama untuk
bertahan hidup (Kriyantono, 2014).
Dapat
disimpulkan bahwa semua aktivitas tersebut terkait dengan komunikasi, dan
komunikasi selalu dilakukan setiap individu atau “we cannot not communication”
(Rogers, 1997, h. 99), dan mengacu pendapat Horsley (2009), aktivitas PR
disebut “ubiquitous nature” (h. 100), yaitu sebenarnya selalu dilakukan manusia
sehingga seakan-akan individu tidak dapat menghindarinya.
“Prinsip-prinsip public relations telah
diketahui, dipelajari, dan dipraktikkan sejak berabad-abad lamanya.” (Leahigh,
1993, h. 24). Public relations sama tuanya dengan peradaban, karena semua
aktivitasnya adalah upaya untuk memersuasi. Banyak taktik persuasi yang
digunakan sekarang telah digunakan oleh pemimpin masyarakat selama ribuan tahun
(Newsom, Scott & Turk, 1993).
Persuasi
ini selaras dengan pendapat Hagley (1999, h. 34): “in Public relations we
influence behaviour.” Kondisi ini senada dengan tulisan L’Etang (2004) yang
menyebut perkembangan PR sebagai aktivitas sama tua seperti jurnalistik yaitu
sejak era Yunani dan Romawi sehingga berisi kajian retorika, persuasi dan
sophistry (ketidakjujuran menggunakan argumen yang seakan-akan ilmiah).
Teori
dalam praktek PR
Fase perkembangan lainnya,
disampaikan Edward Bernays sebagai salah satu pioner kajian PR di awal abad 20.
Bernays berangkat dari disiplin psikologi (Lattimore, dkk, 2007). Dari
Culbertson, dkk, (1993); Grunig & Hunt (1984); dan Lamme & Russell
(2010), dapat dideskripsikan pemikiran Bernays yang terkenal, yaitu konsep
Public relations Counsel. Konsep ini mengembangkan praktik PR sebagai aktivitas
membantu manajemen menginterpretasi publik dan membantu publik menginterpretasi
manajemen untuk merespon banyaknya propaganda yang cenderung negatif dan
manipulasi. Bernays meletakkan dasar bagi praktik komunikasi yang profesional.
Sebelumnya, PR yang dikenal sekarang lebih
bersifat press-agentry dan publisitas langsung. Pada akhirnya, Bernays
mengenalkan konsep “new propaganda”, yaitu manipulasi yang seimbang dengan
memperhatikan persetujuan publik dan berdasarkan riset serta mengedepankan
aspek etis melalui interpretasi dua arah.
Grunig & Hunt (1984) mengenalkan empat model PR yang menunjukkan
empat fase praktik PR: press-agentry, public information, two-way asymmetric,
dan two-way symmetric. Pada awalnya aktivitas PR hanya sebatas sebagai agen
penyedia informasi bagi media (press-agentry).
Kemudian, berkembang menjadi penyedia
informasi bagi publik (public information). Terakhir, aktivitas PR mulai fokus
membuka saluran komunikasi dua arah, baik yang bersifat seimbang maupun yang masih
asimetris. Dari penelitian Sriramesh
& Vercic (2003) tentang perkembangan PR di lima benua, ditemukan bahwa
pertumbuhan praktik PR semakin meningkat seiring berkembangnya demokratisasi
dan teknologi pada abab ke-20. Demokrasi menstimuli aktivitas komunikasi dengan
publik yang akhirnya sangat memerlukan praktisi PR untuk menghandle-nya.
Sementara itu, teknologi membuat negaranegara
berkembang bukan hanya sebagai konsumen tapi juga menjadi kekuatan industri
sehingga melakukan aktivitas perdagangan dan komunikasi secara global. Dari
Horsley (2009), istilah PR muncul pada 1913 di Electric Railway Journal saat
berdiskusi tentang publisitas dan opini publik dan profesi PR berkembang dewasa
saat munculnya organisasi profesi Public relations Society of America pada
1940. Pendewasaan terjadi hingga 1979 ketika PR dimasukkan menjadi bagian
fungsi manajemen prinsip dan PR sudah digunakan untuk level internasional
(Newsom, dkk, 1993).
Adapun teori-teori dalam aplikasi
publik relationantara lain:
Ruslan (2010:22-23) menjabarkan
adapun Ruang lingkup tugas Public Relations dalam sebuah ornganisasi/lembaga
antara lain meliputi aktivitas sebagai berikut :
a. Membina hubungan ke dalam (publik
internal)
Yang dimaksud dengan publik internal
adalah publik yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau organisasi
itu sendiri. Seorang PR harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal
yang menimbulkan gambaran negatif di dalam masyarakat, sebelum kebijakan itu
dijalankan oleh organisasi.
b. Membina hubungan ke luar (publik
eksternal)
Yang dimaksud publik eksternal adalah
publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang
positif terhadap lembaga yang diwakilnya. Seorang PR harus mampu mengenali apa
yang terjadi pada publik sehingga nantinya organisasi atau perusahaan mampu
mengetahui apa saja yang di inginkan oleh publik itu sendiri, sehingga
memungkinkan adanya feedback dari publik.
KESIMPULAN
Dalam perkembangan Public Relation
secara Aktivitas keilmuan adalah meningkatnya perhatian terhadap PR, terutama
dari perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan orang-orang yang memiliki
pengetahuan khusus dalam bidang itu, membuat beberapa beberapa orang berpikir
untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan mendirikan fasilitas, yaitu perguruan
tinggi untuk mendidik para calon PRO dan memberikan pengetahuan pada mereka
tentang dasar-dasar kepemimpinan dan pelaksanaan PR secara efektif sebagai
suatu profesi. Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai
penelitian mengenai public relations yang dilakukan untuk menguji teori
(verifikatif), menemukan teori ataupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan
public relations. Penelitian mengenai public relations dilakukan untuk memahami
masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan suatu program dan
pemecahan masalah yang tepat. Public relations bukan hanya aktivitas praktis,
tetapi juga kajian teoritis keilmuan. Jadi Public relations itu adalah “an
applied social and behavioral scientist”, yaitu dengan mengenalkan konsep “investigative
continuum.” Konsep ini bermakna bahwa aktivitas Public relations mesti bergerak
dari hasil intuisi ke aktivitas yang berdasarkan penelitian ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Botan, C. H., Hazleton, V., Botan, C. H., &
Hazleton, V. (2006). Public relations in a new age. Public Relations Theory
II, 1–18.
Kriyantono, R. (n.d.). PERSPEKTIF-PERSPEKTIF PUBLIC RELATIONS
Dari Praktis Menuju Ilmu Terapan, 14, 14.
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations Perspektif
Barat & Lokal. Jakarta: Kencana.
Morissan, M. A. (2013). Teori komunikasi: Individu Hingga
Massa. Jakarta: Kencana.
Anonymous. (1997). The Evolution of
Public Relations Education and the Influence of Globalisation, Survey of Eight
Countries, Gold Paper No. 12, International Public Relations Association
(IPRA).
Ruslan, Rosady. 2010. Manajemen
Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta:RajagrafindoPersada
- Home>
- PERKEMBANGAN PUBLIC RELATIONS SEBAGAI AKTIVITAS KEILMUAN DAN KAJIAN TEORI